UAV buatan PT Aviator Teknologi Indonesia (ATI) diperlihatkan dalam sebuah pameran Indo-Defense 2008 lalu. |
Perkembangan dan Prospek UAV Di Indonesia
Teknologi pesawat tanpa awak di
Indonesia diklaim paling maju di kawasan Asia Tenggara. Misalnya
dibandingkan dengan negara Malaysia dan Singapura. Singapura memang memiliki resource yang bagus. Namun
jika ditelusuri, SDM-nya justru dari Indonesia, misalnya dari ITB.
Pemanfaatan UAV di Indonesia pertama kali dirasakan manfaatnya saat
melacak keberadaan sandera di pedalaman hutan Papua. saat itu operasi
militer satuan khusus TNI AD, Kopassus, ditugasi melakukan operasi
penyelamatan para peneliti Ekspedisi Lorentz'95 yang disandera
Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Karena luasnya medan operasi di hutan Mapenduma, Jayawijaya, Kopassus
meminta bantuan pesawat pengintai (UAV) dari negara lain, untuk
mendeteksi keberadaan OPM. Pengintaian dilakukan untuk mengatur strategi
penggelaran operasi militer.
Pemanfaatan UAV ternyata berhasil dengan baik, dalam pengejaran dan
penyelamatan yang sukses dilakukan Kopassus. Keberhasilan penggunaan UAV
ini adalah awal bangkitnya pengenalan pesawat intai portabel di TNI
untuk dapat mengatur strategi pasukan di lapangan. Dan menjadi awal
pemikiran akan teknologi pesawat intai portabel yang bisa digunakan
untuk operasi militer. TNI menyadari selain menggunakan pesawat intai
dan radar, ada gap yang belum tercover dan hanya bisa ditutupi oleh UAV.
UAV Nasional
Penelitian dan pengembangan (litbang) UAV di Indonesia telah lama
dilakukan. Pertama kali yang merintis teknologi ini adalah Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada tahun 1999. Almarhum Prof
Dr Said D Jenie merupakan salah seorang penggerak hadirnya UAV di
Indonesia. Beliau yang pertama kali mencanangkan peta jalan bagaimana
Indonesia mengembangkan pesawat tanpa awak (UAV).
Awal-awal pengembangan UAV oleh BPPT dimulai dengan pembuatan target
drone untuk sasaran tembak TNI. Seiring dengan itu dibuat juga wahana
tanpa awak bernama Rutav single boom dan double boom berkerjasama dengan
PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Namun karena memburuknya kinerja PT DI
saat itu mengakibatkan proyek ini tertunda.
Lalu BPPT melakukan riset sendiri dengan membuat beberapa prototipe PUNA
(Pesawat Udara Nir Awak). Hingga kini BPPT sudah memproduksi 10 unit,
generasi pertama tercipta PUNA degan tiga varian, yaitu Wulung (2006),
Pelatuk dan Gagak (2007). BPPT lalu mengembangkan PUNA generasi kedua,
dengan nama Alap-alap dan Sriti.
UAV BPPT-01A Wulung. |
Prototipe pertama UAV nasional diperkenalkan ke umum pada pameran Indo-defence 2004 di PRJ Kemayoran, Jakarta. Saat itu Industri Pertahanan Indonesia (IPI) menampilkan UAV berbobot 35 kilogram dengan panjang 2,5 meter dan rentang sayap mencapai 5 meter. UAV tersebut belum diberi nama, hanya terdapat tulisan 'Departemen Pertahanan'.
Badan UAV berbentuk seperti ujung pensil dan panjang. Sedangkan di bagian belakang terdapat mesin piston mini, lengkap dengan propeler yang menjadi tenaga penggerak utama. Untuk kepentingan pengintian, dibawah pesawat dipasang kamera mini. Sedangkan untuk mengirim hasil pengintaian digunakan antena yang terhubung dengan satelit melalui sinyal GPS.
Soal kemampuan, UAV mampu mengudara selama 3 jam tanpa mengisi bahan bakar. Selain itu, mampu terbang hingga ketinggian 3.000 kaki atau sekitar 1.000 meter. Sedangkan untuk jarak terbang, UAV dikontrol melalui Ground Control Station pada jarak 20 kilometer.
UAV Sriti buatan BPPT |
Puna Sriti |
UAV KUJANG diproduksi oleh PT. GTSI |
PT Dirgantara Indonesia, sebenarnya memiliki sumber daya yang lebih dari
cukup untuk urusan UAV, wong membuat pesawat saja bisa.Tapi sayang, PT
DI baru bisa menghasilkan prototipe UAV kelas ringan dengan nama RUTAV.
Alasan utama adalah tiadanya dana.
PT Globalindo Technology
Services Indonesia (GTSI) didirikan oleh Endri Rachman, mantan karyawan
PT DI yang hijrah ke Malaysia menjadi dosen di Universiti Sains
Malaysia. Beliau dan bersama sesama mantan karyawan PT DI mendirikan
perusahaan PT GTSI. UAV perdananya adalah Kujang , mampu membawa muatan
kamera survaillance 20 kg, lama terbang 2-3 jam dengan kecepatan
maksimal sampai 150 km/jam. Ironisnya, peminat pertama UAV Kujang ini
adalah Malaysia, bukan pemerintah Indonesia. Selain UAV Kujang, PT. GTSI telah berhasil menbuat pesawat UAV lainnya seperti UAV Keris dan UAV Bumerang.
SS-5 diproduksi oleh PT.UAVINDO |
PT Uavindo sudah mengembangkan UAV sejak 1994 di mana dimulai dengan
berkumpulnya para insinyur lulusan Teknik Penerbangan ITB dengan
dimotori Dr Djoko Sardjadi. Produk pertamanya adalah SS-5 (SkySpy-5) di
tahun 2003 yang kemudian menjadi UAV lokal pertama yang dioperasikan
oleh militer, lengkap dengan Ground Control
Station yang ditempatkan pada sebuah truk Perkasa keluaran Texmaco.
SS-5 ini mampu terbang selama 2-3 jam dengan jarak sampai 25 km untuk
fungsi survaillance melalui kamera yang dibawanya. Saya tidak tahu
apakah TNI masih menggunakan produknya (selanjutnya ada pengembangan ke
SS-20), tapi ironisnya Malaysia memesan UAV SM-75 dari perusahaan ini.
PT Aviator, dibentuk oleh beberapa mantan karyawan PT Uavindo. Produk
unggulannya adalah SmartEagle II , mampu terbang selama 6 jam dengan
jarak maksimum 300 km. Bisa diadu dengan Searcher Mk II dari Israel,
hanya sayangnya berat muatan maksimum hanya sampai 20 kg, bandingkan
dengan beban 100 kg yang mampu dibawa oleh Searcher Mk II. Sekarang PT
Aviator menggandeng Irkuts dari Rusia untuk memasarkan produk secara
bersama.
Smart Eagle II diproduksi oleh PT. AVIATOR |
PT Robo Aero Indonesia (RAI) didirikan oleh beberapa dosen ITB yang
melihat peluang besar bisnis UAV di dalam maupun luar negeri. Mereka
sudah membuat prototipe UAV dengan jarak operasional 20 km, 50 km dan
100 km secara otonomi. UAV buatan mahasiswa Teknik Penerbangan ITB sudah mampu unjuk gigi dengan menjuarai kontes UAV di Taiwan dan Korea Selatan.
BPPT juga sudah membuat beberapa prototipe UAV yang dalam produksi dan
pemasarannya menggandeng PT Aviator dan UKM Djubair OD di Tangerang.
Sumber : Dipl.-Ing. Endri Rachman dari Kompasiana - Internet online
mantap maju terus dirgantara indonesia
BalasHapus