PT
Dirgantara Indonesia (PT DI) meneken Memorandum of Understanding (MoU)
pesanan 100 pesawat perintis N219. Nantinya, pesawat berkapasitas 19
kursi ini disebut mampu melayani kebutuhan komersial, khususnya di
daerah Indonesia timur.
"Tahun
ini desain selesai, tahun depan selesai dirakit, akhir 2015 prototipe
bisa terbang," ujar Budi Santoso, Direktur Utama PT DI di sela kunjungan
kerja Kementerian Perindustrian dan Kementerian Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, 7/03/2014.
Saat
ini, PT DI tengah fokus untuk membuat 4 prototipe untuk flying dan
starting test. Untuk membuat prototipe tersebut, Bappenas memberi dana
Rp 310 miliar ke PT DI melalui Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN).
"Pemerintah
fokus mengembangkan IPTEK dan mendukung pendalaman sektor industri
penerbangan," ujar Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional
(PPN)/Bappenas Armida Alisjahbana.
PT
DI menargetkan produksi minimum 100 pesawat, meski target penjualannya
mencapai 300 pesawat. N219 disiapkan sebagai pesawat perintis untuk
mengambil pangsa pasar Twin Otter dan Cessna Caravan.
"Kami
mau buat pesawat yang cukup murah, sekitar 4,5-5 juta USD, tergantung
konfigurasinya," ujar VP Marketing PT DI, Arie Wibowo. Harga tersebut
terbilang murah jika disandingkan dengan pesaingnya yang kini mematok
harga 6-7 juta USD.
Menurut
Menteri Perindustrian MS Hidayat, PT DI harus mempunyai visi jangka
panjang untuk lebih melebarkan sayap ke dunia internasional. "Setelah
domestik kuat, PT DI harus cari ekspansi lain misalnya ke Afrika atau
Australia," ujarnya.
N-219 PT DI (Photo: PT DI)
Inalum Pasok Bahan Pesawat
Pemerintah membuat rencana besar terhadap PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) yang telah diambil alih dari tangan Jepang. Mulai dari peningkatan produksi, pengembangan kawasan, hingga hilirisasi alumunium menjadi komponen pembuatan pesawat terbang.
Pemerintah membuat rencana besar terhadap PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) yang telah diambil alih dari tangan Jepang. Mulai dari peningkatan produksi, pengembangan kawasan, hingga hilirisasi alumunium menjadi komponen pembuatan pesawat terbang.
Menteri
Perindustrian MS Hidayat mengatakan, hilirisasi akan dilakukan secara
bertahap. Mulai dari bahan mentah, produk setengah jadi, hingga kualitas
paling tinggi yang biasa digunakan untuk teknologi canggih.
"Kita
akan gerakan hilirisasi atau downstream di sana (Inalum), yang
menggunakan produk alumunium dari Inalum. Kualitasnya akan kita
tingkatkan. Salah satunya adalah alumunium alloy yang digunakan untuk
bahan pembuatan pesawat terbang," ungkap Hidayat, di kantor Kemenko
Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta, Kamis (6/3/2014)
Hidayat
mengatakan, saat ini pemerintah tengah berkonsentrasi dalam pembuatan
peraturan pemerintah (PP) untuk menjadikan Inalum sebagai BUMN. Kemudian
adalah rancangan untuk penambahan modal terhadap Inalum.
Berlanjut
Inalum akan ada penningkatan produksi menjadi 470 ribu ton per tahun.
Saat ini produksi dari Inalum adalah 250.000 ton per tahun. Diharapkan
pada tahun 2017 itu tercapai.
Untuk
penambahan modalnya, dua opsi yang bisa dilakukan adalah Penyertaan
Modal Negara (PMN) dan IPO. Namun Hidayat lebih optimistis untuk jangka
panjang, Inalum dapat melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sumber : JakartaGreater
Tidak ada komentar:
Posting Komentar